Thursday, 7 February 2013

Zero

Sayang...



Malam tak pernah lebih indah dari hari itu. Saat kita duduk beralas tanah beratap langit di depan pagar rumahmu, menatap bintang yang tak pernah jatuh. Kita terlena oleh itu, sampai malam-malam berikutnya serasa hanya punya kita. Bahkan, 24 jam kadang tak pernah cukup dalam sehari, bersamamu.


Kita sadar, kita memulainya dengan banyak kesalahan. Seperti anak muda labil yang mabuk walau hanya menegak Zero. Kita hanya tau menelannya langsung dalam-dalam, sedalam hubungan gelap kita bersama malam.

Hanya kita. Tidak ada yang lain saat itu, bukan? Bahkan orang-orang yang merengkuh kita sedari lahir seperti tak punya arti. Pagi tak lagi menyinari, karena saat itu kita sudah semi-mati. Menutup mata bahagia menanti malam kembali cerita. Permainan dalam gelap tak pernah melelahkan. Sampai akhirnya kau berkata,

'Jangan terlalu mencinta,'

Lalu kita sedang apa? Bukannya kita sedang bercinta? Jika bukan, berikan satu nama pada hubungan ini, apapun itu. Pula bila itu mendua. Aku suka perlakuanmu pada tubuh lemasku saat itu, sesukanya dirimu pada sebaliknya aku memperlakukanmu. Sajak curhat yang kau dengungkan kepada temanmu lewat serat karbon malam itu menjawab semua, bukan? Sepuluh macam perasaan berkecamuk bersama cerita itu. Aku mencari selagi kau menari. 

Aku akhirnya sadar, kita tidak sedang menatap bintang yang tak pernah jatuh. Kita hanya menatap lampu dari tiang yang tinggi. Seketika mimpi buyar, dalam malam kita tersadar. Kita tidak saling mencinta, kita hanya saling menyakiti.

Demi malam yang panjang, kita akhiri saja permainan malam ini...



dari @restuwashere


0 komentar:

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger