Malam tak pernah lebih indah dari hari itu. Saat kita duduk
beralas tanah beratap langit di depan pagar rumahmu, menatap bintang yang tak
pernah jatuh. Kita terlena oleh itu, sampai malam-malam berikutnya serasa hanya
punya kita. Bahkan, 24 jam kadang tak pernah cukup dalam sehari, bersamamu.
Kita sadar, kita memulainya dengan banyak kesalahan.
Seperti anak muda labil yang mabuk walau hanya menegak Zero. Kita
hanya tau menelannya langsung dalam-dalam, sedalam hubungan gelap kita bersama
malam.
Hanya kita. Tidak ada yang lain saat itu, bukan? Bahkan
orang-orang yang merengkuh kita sedari lahir seperti tak punya arti. Pagi tak
lagi menyinari, karena saat itu kita sudah semi-mati. Menutup mata bahagia
menanti malam kembali cerita. Permainan dalam gelap tak pernah melelahkan.
Sampai akhirnya kau berkata,
'Jangan terlalu mencinta,'
Lalu kita sedang apa? Bukannya kita sedang bercinta? Jika
bukan, berikan satu nama pada hubungan ini, apapun itu. Pula bila itu mendua.
Aku suka perlakuanmu pada tubuh lemasku saat itu, sesukanya dirimu pada
sebaliknya aku memperlakukanmu. Sajak curhat yang kau dengungkan kepada temanmu
lewat serat karbon malam itu menjawab semua, bukan? Sepuluh macam perasaan
berkecamuk bersama cerita itu. Aku mencari selagi kau menari.
Aku akhirnya sadar, kita tidak sedang menatap bintang yang
tak pernah jatuh. Kita hanya menatap lampu dari tiang yang tinggi. Seketika
mimpi buyar, dalam malam kita tersadar. Kita tidak saling mencinta, kita hanya
saling menyakiti.
Demi malam yang panjang, kita akhiri saja permainan malam
ini...
dari @restuwashere
0 komentar:
Post a Comment