Dear Erika,
How are you? We haven't meet again since when?
Oh yeah, a year after junior high school graduate, right? Look at you now, you're such a pretty girl. What are you doing anyway, being a model?
Kamu pacar pertamaku, kalau kamu masih tidak
percaya. Ya, di seumuran kita saat itu, kau yang mungkin terlalu cantik untuk
ukuran kota kecil kita, mungkin sudah punya beberapa sejarah. Siapa yang tak
kenal dirimu. 'Ooh, Erika yang cantik itu,', 'Ooh, Erika yang tinggal di Dolog
itu,'. Kemahsyuran cantikmu sudah terdengar hingga ke pulau sebelah.
Tapi untukku, di awalnya, ini terlalu aneh. Jika kebanyakan FTV, sepasang
muda-mudi, bertemu, musuhan, yang cowok nerd, yang cewek cantik, akhirnya jadi
sepasang kekasih, itulah kita. Ya, bukan? Kau orang yang menghujaniku dengan
air hingga basah kuyup, aku lihat sebelum kau sempat lari dari punggungku. Di
depan pintu kelas di mana kau mengatakan perasaanmu
padaku enam bulan kemudian.
Pacaran kita pun aneh. Hanya bertemu di jam
sekolah. Selebihnya, kebanyakan mencuri waktu bertemu. Inilah susahnya memiliki
keyakinan yang berbeda kali, ya? Ibuku orang yang taat dengan agamanya, pun
ayahmu. Mereka tidak mengenal anak kita bernama cinta, walaupun saat itu ia
masih menyerupai monyet. Aku masih ingat ketika menggendong si monyet melintas
di depan rumahmu. Kakak tertuamu menyalamiku dengan balok lima-lima. Atau
adikmu yang jadi agen ganda layaknya Jolie di Salt. aku tersenyum di depan mereka, lalu kita tertawa saat bertemu.
Kita terlalu muda, kau terlalu cantik. Adik
kelas itu terlalu cakep, kaya, dan punya skill bermain gitar yang hebat. Tapi,
bukan itu alasan kau selingkuh dengannya, kan? Semoga bukan. Jika ya, semoga
kau tak tahu aku punya hati yang lain juga.
Ya, dia gadis yang berpapasan dengan kita saat
aku katakan penerbanganku ke Makassar tertunda. Gadis yang mengejarku ke
bandara begitu tahu aku mendadak berangkat siang itu, setelah melegalisir
ijazah. Gadis yang kemudian jadi cinta pertamaku. Gadis yang menangis karena
tak mendapatiku di bandara, yang juga kaget begitu melihat kita bergandengan
bersama kembali ke sekolah. Kau tenggelam dalam lenganku, tapi mataku tenggelam
dalam mata basahnya saat itu.
Jangan khawatir, aku akan selalu mengingatmu
selama hidup. Mungkin tak setiap detik seperti surat terakhirmu, berikut jam
tangan yang kau berikan padaku. Jam tangan itu sudah rusak, tapi ingatanku
masih telak. Kita tak pernah mengatakan putus, maka beserta surat ini, biarlah
menjadi keputusan.
Kita terlalu mustahil untuk menjadi sempurna.
Kita putus saja, ya.
dari @restuwashere
dari @restuwashere
0 komentar:
Post a Comment