Tuesday, 5 February 2013

Buku Berjudul Kamu

Kuawali saja dengan kata Maaf,
Karena surat ini kutujukan untukmu.
 
Dahulu kau adalah sepengal cerita dalam sebuah  buku yang selalu menarik untuk kubaca. Membaca pikiranmu, membaca bahasa tubuhmu, membaca ucapanmu, membaca keinginanmu, membaca kesehatanmu, membaca garis tanganmu, membaca arah sudut matamu, hingga membaca ke mana langkah-langkah kaki kecil itu membawamu. Sungguh sangat menyenangkan untuk memahami semua semiotika tentangmu kala itu, meski tanpa kuminta kau selalu memberi penjelasan atas semua itu tanpa perlu aku baca berulang-ulang kali. Tahukah, kini di antara sebuah pembatas buku itu, ada sebuah catatan kaki di bawah garis panjang  yang tercetak  miring. Benar saja,  penjelasan itu buatku ternyata. 
 
Tapi mengapa bisa terjadi?
Ada beberapa halaman yang kulewatkan  dan tak sempat aku baca darimu. 
 
Jujur saja kau adalah sebuah buku yang bahasanya terlalu slengean menurutku, alur ceritanya cukup lucu meski di beberapa bagian terasa sangat statis, kaku, garing malah karena terdapat alur yang sudah dapat kutebak sebelumnya. Sampulnya cukup sederhana, namun mampu menghasilkan ribuan penafsiran, banyak ambigu di dalamnya  hingga memainkan dinamika yang sangat luar biasa dalam memandang beberapa framming yang mengkonstruksi beberapa realitas yang harus hanyut ketika aku melakukan penyederhanaan makna. Selain itu terdapat banyak emosi di dalamnya yang memaksaku menjelajahi dataran emosiku sendiri setiap harinya, wajar saja karena beberapa ceritamu yang sangat menyebalkan, dan sulit kupahami.
 
Semua itu menjadi cerita yang selalu menggiring kita untuk saling merindu dahulu, membaca sebuah buku secara bersama lalu mencatat bagian-bagian yang tak terlupakan dalam pikiran kita masing-masing. Dahulu kita pecandu diskusi tentang hari-hari yang telah kita lewati, sedih, senang, semua cerita itu kita baca bersama hingga akhir. 
 
Namun kini hal itu berbeda, kini pun bacaan yang kita pilih sudah sangat-sangat berbeda. Kini aku sadar, bukan hanya aku saja pembaca setiamu, ada orang lain ternyata. Beda denganku  yang hanya bisa belajar memahami isimu saja hingga hari ini, ia justru telah menemukan makna dari semua cerita-cerita indahmu yang lucu unik dan menyebalkan  itu.
 
Saat kau baca surat ini aku telah memutuskan untuk tidak lagi membaca buku kita lagi, kini akan lebih baik jika kita memegang buku masing-masing, kau dan aku, lupakan saja cerita buku kita yang pernah kita baca dan diskusikan bersama. 
 
Oh ia, mungkin kau bingung. 
Resumenya aku bacakan saja,
"Kita Putus.
Tak perlu ada diskusi lagi".
                                                                                                         
-     Tamat  -
 
 
*surat dari @udhi_gothic

1 komentar:

ridha aprilia

duh, yang ini sadis pisan-_-"

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger