Tuesday 5 February 2013

Kalkulasi Cinta

Dear,
Ahh....kenapa aku selalu memulainya dengan kata yang sama. Mungkin itu sebabnya semua berakhir serupa.


Tapi jelas beda denganmu. Aku benar-benar merasa sempurna. Bukankah tak ada yang manusia sampai ia mendapat pasangan yang mampu melengkapinya?

Surat ini kutulis di waktu yang sangat tepat. Banyak kenangan terlintas seharian ini. Aku sedang duduk di kantor polisi, dekat sekolahmu dulu. Juga tempatku memarkir kendaraanku di depannya demi menunggumu pulang sekolah. Kamu masih berseragam putih biru saat itu, berbeda dengan romanku yang berubah merah. Tidak lebih merah dari wajahmu saat aku melintas lubang di aspal saat kita jalan-jalan. Kau tak pernah suka itu, tapi aku selalu melakukannya. Tak sengaja, melakukannya. Kau tau mataku, hanya berfungsi setengah kemampuannya. Itu belum distraksi dari konsentrasi ceritamu yang panjang penuh keluhan. Karena jika tak disimak, kau akan merajuk dua malam. Kesempurnaanku berkurang satu.

Paragraf ini kemudian berlanjut di tempat makan kita biasa sepulangmu kuliah. Aku tak pernah bosan makan di sini walau selalu dibanjiri keringat setelahnya. Dulu ada kamu yang mengelap keringatku, meninggalkan makananmu yang tak pernah habis, seperti juga setahun umur kita, saat jarimu berhias cincin itu. Saat itu wajahku gantian merah. Kesempurnaanku berkurang lagi satu.

Hei, cukup dengan pengurangan kesempurnaanku. Bagaimana denganmu? Aku sudah tahu kau pergi dengannya Kurban itu. Padahal ibuku sudah masak besar untuk menyambut hari itu. Tapi kamu tak datang. Impas, kan kalau kesempurnaanmu kukurangi satu? Lalu, bagaimana dengan 'singgah di SPBU' atau 'latihan basket' atau 'cari tugas di warnet'? Terakhir aku menjemputmu di warnet sendiri, ada dia. Aku harus kurangi berapa kesempurnaanmu di sini? Ah, tak perlulah. Pikirmu aku tak tau, kan?

Bertemu kembali denganmu adalah bonus, tapi bukan takdir, atau kebetulan yang biasa aku percaya. Mengingatkan bahwa benar, cinta berbanding lurus dengan benci. Semakin kau mencintai seseorang, suatu saat kau akan membencinya sama besar.

Aku tidak terlalu membencimu setelah itu, seperti kau membenciku sekarang. Semoga kalkulasiku di atas tak salah. Atau... aku memang sudah tak terlalu mencintaimu?


@restuwashere

0 komentar:

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger