Dear,
Ahh....kenapa aku selalu memulainya dengan kata yang sama. Mungkin itu
sebabnya semua berakhir serupa.
Tapi jelas beda denganmu. Aku benar-benar merasa sempurna.
Bukankah tak ada yang manusia sampai ia mendapat pasangan yang mampu
melengkapinya?
Surat ini kutulis di waktu yang sangat tepat. Banyak
kenangan terlintas seharian ini. Aku sedang duduk di kantor polisi, dekat sekolahmu dulu. Juga tempatku memarkir kendaraanku di depannya demi menunggumu pulang sekolah. Kamu
masih berseragam putih biru saat itu, berbeda dengan romanku yang berubah merah. Tidak
lebih merah dari wajahmu saat aku melintas lubang di aspal saat kita
jalan-jalan. Kau tak pernah suka itu, tapi aku selalu melakukannya. Tak
sengaja, melakukannya. Kau tau mataku, hanya berfungsi setengah kemampuannya.
Itu belum distraksi dari konsentrasi ceritamu yang panjang penuh keluhan.
Karena jika tak disimak, kau akan merajuk dua malam. Kesempurnaanku berkurang
satu.
Paragraf ini kemudian berlanjut di tempat makan kita biasa
sepulangmu kuliah. Aku tak pernah bosan makan di sini walau selalu dibanjiri
keringat setelahnya. Dulu ada kamu yang mengelap keringatku, meninggalkan
makananmu yang tak pernah habis, seperti juga setahun umur kita, saat jarimu
berhias cincin itu. Saat itu wajahku gantian merah. Kesempurnaanku berkurang
lagi satu.
Hei, cukup dengan pengurangan kesempurnaanku. Bagaimana
denganmu? Aku sudah tahu kau pergi dengannya Kurban itu. Padahal ibuku sudah
masak besar untuk menyambut hari itu. Tapi kamu tak datang. Impas, kan kalau
kesempurnaanmu kukurangi satu? Lalu, bagaimana dengan 'singgah di SPBU' atau
'latihan basket' atau 'cari tugas di warnet'? Terakhir aku menjemputmu di
warnet sendiri, ada dia. Aku harus kurangi berapa kesempurnaanmu di sini? Ah,
tak perlulah. Pikirmu aku tak tau, kan?
Bertemu kembali denganmu adalah bonus, tapi bukan
takdir, atau kebetulan yang biasa aku percaya. Mengingatkan bahwa benar, cinta
berbanding lurus dengan benci. Semakin kau mencintai seseorang, suatu saat kau
akan membencinya sama besar.
Aku tidak terlalu membencimu setelah itu, seperti kau
membenciku sekarang. Semoga kalkulasiku di atas tak salah. Atau... aku memang
sudah tak terlalu mencintaimu?
@restuwashere
0 komentar:
Post a Comment