Tuesday 18 January 2011

Kawan, Saya Baik-baik Saja


Untuk ukuran perempuan seperti saya, saya telah melewati banyak desa terpencil bersama cerita-cerita mistik dan tidak setengah-setengah. Saya telah singgah di bermacam jenis rumah, menemani tuannya bercanda dan disuguhi bercangkir-cangkir teh atau kopi sampai lupa pulang. Saya juga telah duduk dalam beragam ruang kelas, mendengarkan jenis demi jenis tipe retorika dosen dan keegoisannya yang disusupkan rapi dalam bentuk alasan bolos mengajar. Saya telah melalui hal-hal yang cukup banyak.

Suatu hari, saat sedang menggerus permukaan dinding dengan tatapan mata, seseorang berujar kepada saya,

“…kau sudah sangat jauh melangkah, tapi sendirian..”

Sendirian. Satu kata yang membuat tatapanku tiba-tiba berusaha menusuk tembok itu. Sendirian. Tidak ada yang lebih menyedihkan selain kelaparan dan kesepian. Sendirian. Melangkah, bernafas, bicara, berpikir, belajar, menangis, tertawa, semua sendirian.

“…mereka memang ada di sekitarmu, mengenalmu, tapi tidak satupun yang memahamimu…” tambahnya.

Sendirian dan tidak satupun yang memahami saya. Kalimatnya semakin terpencil dan menohok. Kuminta ia diam. Lantas saya berlalu dari hadapannya. Menghilang secepat pencopet terminal.

Kata-katanya tidak berhenti menggelayut di kepala saya. Saya tertebak. Tepat. Di balik segala jenis tawa yang saya keluarkan di depan kalian, yang di antaranya keluar gerimis air liur dan tetesan air mata, sejatinya saya melangkah sendirian. Kalian memang ada. Menemani saya makan siang di kantin, menunggu dosen datang sambil sesekali nyomot cemilan dan memakinya. Kalian bersama saya, menghabiskan hari-hari kuliah. Kadang kita berdebat di dalam kelas sampai di toilet, kadang kita diam sampai pulang atau dua hari berikutnya. Kalian bersama saya, menghabiskan jatah waktu hari itu bersama sebaskom tawa dan sepanci ayam bakar. Ada telinga kalian yang siap mendengarkan ceritSaya, maaf kadang begitu fiktif kedengarannya. Ada bahu kalian tempat saya tinggal sejenak dan menangis, namun seingatku belum pernah kugunakan selama ini. Mungkin Saya kurang percaya atau kalian tidak pernah betul-betul memahami alasan saya menangis.

Teman-teman, belakangan ini saya sangat bahagia. Bukan hanya karena saya bersama dia sekarang, tapi karena saya merasa mulai tidak kesepian dan tidak lagi harus menekuni jalan pikiran ini sendirian. Untuk pertama kalinya, saya bebas menjadi diri saya yang sebenarnya. Untuk alasan apapun, mereka tidak pernah berkata, “Berhenti, kawan.. apa yang kau lakukan itu tidak benar,” yang mereka katakan cukup, “kau manusia bebas, lakukan apapun yang menurutmu benar dan menyenangkan hatimu,”

Mereka tidak pandai mengintervensi saya. Namun jelas memberikan kebebasan untuk jadi bijaksana. Kawan, saya tahu belakangan ini kalian berpikiran “jalan hidupku semakin salah,” “pergaulanku semakin bebas,” atau “Saya semakin jauh dari agama,” dan menjadikanku topic pembicaraan di setiap kesempatan kalian bertemu. Bagi saya, terima kasih sudah perhatian. Saya sangat tersanjung. Apalagi kalian mulai memikirkan cara menyelamatkanku. Namun kalian salah.

Kawan, saya yang kalian kenal selama ini adalah orang lain. Dan begitu kalian melihat diri saya yang sebenarnya keluar, berhubung waktu, tempat, dan situasi kali ini sangat tepat, anda kaget luar biasa. Serta-merta teriak saya gila, saya termakan pergaulan, saya liar, saya berdosa!

Lucu ya… tapi jangan kaget. Ini adalah saya. Saya yang sungguh saya.

Kawan, saya bosan terus-menerus jadi baik, terlihat baik berdasarkan persepsi kalian. Saya sesekali ingin mengeluarkan apa yang ada di pikiran saya dan menikmati hidup saya yang indah ini. Kawan, saya dibentuk oleh masa lalu, oleh hal-hal yang telah saya lewati dan peristiwa-peristiwa yang saya alami. Dan mungkin tidak kalian temui. Saya berpetualang sendirian untuk menemukan kesimpulan sendirian. Apa pernah kalian berpikir kenapa selama ini saya demikian introvert, memendam banyak masalah sendirian dan hanya sesekali membaginya, itupun demikian singkat? Ya…sebab saya tahu kalian tidak akan menerimanya, tidak akan memahaminya.

Jadi, saya mohon untuk kali ini, berhentilah berkata “saya tersesat.” Saya tahu di tempat mana saya semestinya ada dan bernafas. Saya menyukai tempat ini, bersama mereka dan idealisme pembebasan mereka yang terdengar demikian konyol bagi kalian. Dan untuk pertama kalinya saya merasa menemukan bangsa sendiri, I’m home! Saya bersama orang-orang sejenis. Dan ternyata selama ini mereka hanya terpisah satu koridor dari dunia tempat kita sering bermain bersama, kawan.

Kawan, tidak usah kuatir tentang saya. Saya baik-baik saja dan bahagia. Mereka menjamu saya dengan sangat baik dan tertawa bersama saya lebih lama ketimbang bersama kalian. Saya tidak sedang membanding-bandingkan, saya hanya sedang berbahagia.

Kawan, terima kasih sudah peduli. Kalian tidak harus bertindak lebih jauh untuk membantu. Jika kalian tetap beranggapan saya berada di jalur yang salah, tidak apa. Tapi saya berharap agar kalian tidak terlalu kuatir.

Mulai sekarang, bersiap-siaplah untuk mendengar lebih banyak cerita gila tentang saya. Saya ingin menikmati kebebasan ini seperti menikmati kenyalnya sop buah di Kansas. Saya ingin memaki kebebasan ini seperti dalam gondok besar saat menanti pesanan sop buah terlalu lama. Saya ingin tersenyum tak putus-putus dan menjaga api kedamaian dalam dada tetap menyala.

Kawan, saya baik-baik saja
Terima kasih
Saya tidak akan kemana-mana
Saya mencintai kalian, sebesar-besarnya, sebanyak-banyaknya…

2 komentar:

^_^ Andi Tenriawaru ^_^

you've run so far

and you absolutely know what the best for you.

^_^

regards

eri

Insomnia_Kuroi

hewwwwwww,.

some say we're crazy,.
some say we're a looser,.
but i say,
we just try to be "alive",.

:D

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger