Tuesday 11 January 2011

Catatan Kecil Menjelang Akhir Masa Transisi

Menjelang tanggal itu, hari-hari rasanya jadi lebih lama. Aku juga semakin suka kopi. Segala jenis kopi, sampai kopi luwak kutanyakan pada orang yang sepanjang hidupnya hanya mencicipi Capucinno.

Sambil mengemudi, aku kadang lupa mana pedal rem dan mana pedal gigi. Sebelum tiba di perempatan, aku sering lupa kalau ada jalan ke kanan dan kiri. Aku tidak sadar berjalan lurus dan bahkan pernah statis sampai lampu merah putaran ketiga.
Siang yang dulu kubenci, semakin menjijikkan di mataku. Rasa cintaku pada kegelapan dan panorama malam mendalam. Saat para perempuan sesusiaku memakai lotion dan pelembab wajah, aku menyiapkan sebungkus rokok dan sebotol minuman berkarbonasi. Aku bahkan tidak butuh selimut. Pakaian yang semula kukenakan untuk mencuci, kukenakan pula saat tengah malam. Aku tidak merasakan dingin sedikitpun. Hanya sejumput rasa panas yang entah datang dari bagian tubuhku yang mana. Kedengarannya mungkin mengganggu dan kamu, alcoholic, paling tahu rasa panas jenis ini. Aku mau memeliharanya.

Aku sedang dilanda takut, cemas tepatnya. Lusa tanggal delapan belas, aku berkepala dua. Usia belasan yang labil ditinggalkan. Siap atau tidak, usia dua puluhan yang menuntut kedewasaan mesti kusambut dengan tangan terbuka. Kujamu dia dengan baik di ruang tamu. Dan menemaninya berkelakar seperti kita bercanda di taman kampus sebelum pulang ke rumah, kawan.

Adakah cara yang tepat meleati jurang kecemasan ini? Aku mau melompatinya tanpa sempat menoleh ke bawah. Aku ingin sampai di seberang secepat kuda Australia atau lemparan batu kerikilmu. Jurang itu menakutkan, mungkin tidak berujung. Dan jika aku terjatuh, gema suaraku pun berjarak jutaan tahun cahaya dari telingamu. Atau mungkin kau takkan mendengarnya, sebab kau demikian sibuk dengan earphones dan lagu cinta dialirkan kabelnya dari ponsel sekaratmu.

Aku takut, kawan! Apa kau dengar degupan jantungku yang lebih mirip bunyi drum, cepat, beraturan tapi horror. Dan tubuh ini, bergetar demikian hebat. Jika kau letakkan segelas air di atas kepalaku, kau akan melihat getaran itu.

Kawan, dunia kedepan kuyakin semakin liar dan biadab. Dia bi s amengulitiku dalam semalam. Aku yakin. Sebab duniaku yang sekarang lebih kejam daripada yang kau bayangkan. Hanya bersisa beberapa kecil poin kejahatan iman dan kemanusiaan yang belum kuterapkan. Aku benci diriku. Benci padanya yang dahaga akan hal-hal baru. Dahaga yang nantinya membuatku mual dan terjungkal ke lembah kebencian Tuhan. Keyakinan ini menguat melihat keadaan sekelilingku yang mengibarkan panji dukungan. Aku benci mengamati hidup. Tolong gantikan aku.

Sudah tiga malam, kawan. Cemas, takut, dan kecewa menghantui harapan dan mengusir satu demi satu keramaian di dalam hati. Sampai yang kutahu adalah satu kata, sepi. Sepi yang menggila. Seperti kerbau kurban sebelum disembelih.

Selamat datang angka dua
aku tak ada apa-apa untuk menjamumu
hanya sekujur tubuh ini yang sudah hampir kehilangan bulu-bulunya
kusajikan padamu
jamahi aku, jamahi aku dengan gaya terliarmu
aku akan manut saja
kau lucuti aku, aku menangis saja
selebihnya, bisa kutahan…

Angka dua…
berbagai jembatan kulewati untuk menorehkanmu sebagai tato di jidat
kuterima kau apa adanya
aku takkan menyia-nyiakan dirimu
kehadiranmu berharga,,,
dan setiap angka baru yang mendampingimu di tahun-tahun mendatang, semoga sanggup memanggil pengertian dan kasih sayang dari orang-orang terdekatku…

aku gundah, cemas menunggu kedatangan hari itu
hari-hari yang ditandatangani delegasi perasaan damai dan tenang

aku merindukannya
semoga kau datang sebagai pertanda yang jelas akan mendekatnya aku pada masa itu
dan semoga ia mampu mendekatkanku padaNya…

aku sangsi …
apakah aku masih layak disebut manusia

selamat datang, angka dua
aku siap menemanimu menyusuri trotoar dan mematikan lampu jalan satu-persatu
aku akan ada saat kau terbangun di tengah malam dan tiba-tiba ingin menangis

beri aku cinta yang semestinya

angka dua…
kesepian semakin jelas rautnya
sedikit berkerut dan mimiknya memaksaku menunduk
aku membencinya..

temani aku, angka dua,,
sampai aku bertemu angka tiga atau tiba di tempat tanpa angka

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger