Guling....guling....guling...guling...guling....guling....
sampai di luar hujan. Tetes-tetes hujan jatuh di luar jendela. Semalam juga
hujan lebat. Dari semalam aku di kamar kakak, meringkuk dalam selimut tebalnya.
Di samping keteknya. Hangat sekali. Sekarang aku di dalam kamar. Terkunci dari
luar. Kakak begadang semalaman, mengerjakan sesuatu di depan meja belajar.
Tidak biasanya kakak mengunci kamar kalau ke sekolah. Tidak biasanya juga dia
pergi tanpa memelukku.
Guling....guling...guling...guling.... masih hujan.
Aku lapar sekali. Tidak ada suara alat-alat dari dapur. Mungkin semua orang
sedang pergi. Guling...guling...walau lapar aku hanya berguling. Tidak bisa
keluar kamar, aku berguling. Ada kupu-kupu masuk ke kamar lewat lubang kecil di
atas jendela. Warna hitam. Ada bintik-bintik hijaunya. Sedikit seram. Dia
meliuk-liuk di atas ubun-ubunku. Terbang rendah mencari pijakan.
Si kupu-kupu terbang lagi. Dia menabrak dinding,
dasar bodoh! Setelah capai terbang, kupu-kupu hinggap di meja belajar. Di atas
setumpuk kertas yang membuat kakak begadang sampai tengah malam.
Apa yang sedang dilakukan kupu-kupu itu? Aku
penasaran. Loncat...loncat...loncat hendak menangkap kupu-kupu itu. Dia terbang
lagi, ke atas tempat tidur.
‘ngajak berantem ya? Ayooo!’
Kukerja kupu-kupu itu ke sana ke mari. Pokoknya
harus kutangkap dia. Mau kugigit sayapanya yang hitam itu. Hap. Hap. Hap. Dia
gesit sekali. Dia terbang dari meja ke tempat tidur, dari tempat tidur ke
dinding, di situ-situ saja dia berputar. Gerakannya gampang terbaca. Tapi dia
gesit sekali. Aku tersengal-sengal.
Kupu-kupu hinggap di atas kertas. Harus kutangkap
kau. Kuambil ancang-ancang persisi harimau di televisi. Pelan. Waspada. Dan
hap!
‘meong!’ berhasil kutangkap. Kuinjak kau. Kucakar
kau. Kugigit kau, kupu-kupu nakal. Dan kertas-kertas di meja kakak pun
berhamburan. Waaah....bagus sekali. Si kupu-kupu terbang lagi. Dia masih kuat
ternyata. Aku kembali meloncat. Sekali lagi, hap! Dia berhasil kutangkap
bersama berlembar-lembar kertas. Kugigit saja dia sekaligu kertas-kertas itu
sampai tercabik-cabik. Kertasnya berubah jadi potongan kecil. Sementara di
kupu-kup terbaring lemas di lantai.
‘meong!” rasakan. Kataku. Aku senang sekali. Belum
tahu dia nenek moyang bangsa kucing adalah raja hutan. Di kota, kami rajanya.
Dan aku pun bosan.
Guling...guling...guling...lagi di atas kasur.
Keluar masuk selimut. Aku bosan. Kakak dan mama belum pulang.
Wuuussshh....angin berhembus dari celah di atas jendela. Menerbangkan kembali
kertas itu. Hap!
Dapat satu kertas. Dua kertas. Kucabik-cabik.
Kugigit-gigit. Aku punya banyak taring di mulut. Ciaaat, ciaat, ciaat!
Semua kertas habis kugigit. Rasanya enak juga. Lagi,
ah. Cabik...cabik...cabik... gigit...gigit...gigit.... potongan kertas terbang
ke mana-mana. Wuuusssh....angin masuk lagi. Terbang. Waah, waah, waah....
Kakak pulang sekolah. ‘meong’ kusambut dia di depan
pintu. Horee..makan! rasanya capai habis bermain dengan kupu-kupu dan kertas.
‘PIKI!’ pekik kakak. ‘Nakal! Nakal! Nakal!’ kakak
mengejarku. Aku mau dipukulnya. Memangnya apa salahku.
‘meoooong!’ aku berlari ke dapur. Ada mama dan
semangkuk ikan rebus. Makan!
Kakak turun dari kamar, mencariku dengan kesal.
‘Mama, Piki merobek-robek tugasku... huaaaaaa’
‘Loh, memangnya kamu simpan di mana? Kok bisa
dimaini Piki?’
‘tadi kuletakkan saja di meja,’
‘kamu sih menguncinya di kamar. Tidak lihat-lihat
dulu!’ mama memarahi kakak. Aku sedang makan. Enak sekali, habis main langsung
makan.
‘Mama...lihat ini!’ kakak memperlihatkan kupu-kupu
yang sekarat di telapak tangannya.
‘Piki, kamu nakal!’ mama menggetok kepalaku pakai
gagang pisau. ‘Kasihan sekali tamu kita...’
‘Tamu?’ kakak mendelik. Kepalaku sakit sekali. Jadi
tidak nafsu makan, aku melenggak ke atas keset kaki kesukaanku. Manusia aneh
sekali. Habis disayang-sayang, aku digetok. Malas jadinya.
Tthink as Piki |
‘Iya, kupu-kupu yang memasuki sebuah rumah pertanda
akan kedatangan tamu. Kalau kupu-kupunya mati, tamu bisa jadi tidak datang,’
mama langsung terdiam di depan dapur. Membayangkan siapa saja yang akan datang
ke rumah. Sementara kakak melamun di bawah tangga. Mungkin memikirkan
kertas-kertas itu. Aku terlelap di keset.
0 komentar:
Post a Comment