Friday, 6 January 2012

jiwa, segeralah sekarat!

Seperti biasa, seperti biasa.
Seperti biasa hari terang habis tidak saya tonton. Hari malam saya peluk-peluk jinak. Pun detik-detik di antaranya, saya mengingatmu. Masih tentang kamu. Yang bilang, saya sesiapamu. Berulang kali kau sampaikan pada saya. Dan saya selalu tidak ingin menunjukkan wajah paham.


Datang dan pergi, semacam pembeli di warung kaki lima. Semacam mahasiswa semester tua yang muak memaksa diri duduk cantik dalam kelas. Begitulah mereka, orang-orang bodoh yang mencintai kesementaraan. Keabadiaan milik sayapun tak lagi ingin diadopsi. Ia damai dalam kandang, bersama lumut-lumut zaman dan kata-kata pembangkit birahi. Ia tenang sendiri, menggasak kelamin sendiri. Ia tahu, yang menganggapnya sesiapa itu, akan tetap menjadi bukan siapa-siapa selamanya.


oilpaintings by alfred-gockel


Biasanya, kenyataan berbanding terbalik dengan harapan. Harapan saya tahu ia tak pernah pindah menjadi pencapaian. Pencapaian saya menerima, tak ada ciri harapan di antaranya. Keduanya terlahir di tempat berbeda, setelah tukar-menukar rahim.


Saya pun sadar, tak lagi terharu melihat bebutir air jatuh dari pelupuk mata para sahabat. Saya tak lagi menikmati sisa hujan yang merambat turun di kaca jendela angkutan umum. Demikian pula, bias wajah saya di kaca spion sepeda motor yang tak lagi tahu pindah ke mana-mana. Semua berubah biasa. Berubah mengabur. Membiasakan diri akan buat kita tahan,


buat kita paham: ini dunia tak ada pemilik.
Bikin kita mawas diri: ini tubuh tak ada arti.
Buat kita bilang: jiwa, segeralah sekarat!

0 komentar:

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger