film ke-14 Kim Ki Duk |
Menyenangkan
mempelajari film dari akar-akarnya. Sama halnya mempelajari matematika dari
rumus paling dasar ke rumus turunan yang skala kerumitannya mencapai tingkat
dewa. Belajar film dengan cara ini tak hanya ampuh untuk filmmaker, tapi juga
sebagai jurus terbaik bagi penikmat dan kritikus film. Sahihlah kata peribahasa
yang wara-wiri di dunia pembelajaran film, ‘tak afdhal dirimu di film tanpa
memahami dan menonton serial Star Wars’. Untuk film yang akan saya ceritakan
selanjutnya, peribahasa di atas juga tepat disandingkan dengannya. Spring, Summer, Fall, Winter,...and
Spring produksi tahun 2003 arahan Kim Ki Duk, salah satu master
perfilman asal negeri sejuta boyband, Korea.
Beberapa
waktu sebelumnya, dari list Top 250 IMDb, saya melihat salah satu karya absurd
Kim Ki Duk yang benar-benar menginfeksi otak saya sampai sekarang, 3-Iron (2004). Film berdurasi cukup panjang
yang dibuat setahun setelah Spring,
Summer, Fall, Winter....and Spring ini
dikemas dengan dialog super minim. Kedua tokoh utamanya tak mengucapkan sepatah
katapun, tak berdialag dalam keadaan apapun, kecuali pada scene pamungkasnya. Sang tokoh utama
wanita hanya berkata ‘saranghae’.
Kalimat indah ini seperti seketika menghangatkan jiwa, meluluhkan semua
gelisah, dan membenarkan semua dugaan yang muncul di benak kita selama film
berlangsung. Menakjubkan!
3-Iron |
3-Iron hanyalah
kisah cinta. Kalau kita menyaksikan dan merata-rata semua kisah percintaan di
negeri ini, pasti ujung-ujungnya akan menemukan ending semacam milik ‘bawang
merah, bawang putih’. Sementara Kim Ki Duk mempermainkan semua keyakinan dan
pengetahuan kita selama ini. Dalam kisah 3-Iron, anda dibawa menjelajah dan
menyambung-nyambung sendiri dua galaksi berbeda: khayalan dan kenyataan.
3-Iron tidak
menggunakan teknis membahana. Kim Ki Duk benar-benar fokus pada konsep dan cara
berceritanya yang berkarakter. Treatment yang sama digunakan Ki Duk dalam Spring, Summer, Fall, Winter....
and Spring. Gambar-gambar mengalir apa adanya, perpindahan bergerak natural
dan para cast yang berakting nyaman. Seperti 3-Iron,
Ki Duk juga menggunakan sound secukupnya, namun bukan berarti
gambar-gambar sunyi itu menjadi sepi. Jutsru ‘kesunyian’ merupakan bagian
sakral dari keseluruhan konsep film yang luar biasa ini.
Spring,
Summer, Fall, Winter.... and Spring berjudul asli Bom
yeoreum gaeul gyeoul geurigo bom ini bercerita
tentang kehidupan seorang biksu muda dan gurunya di sebuah kuil apung yang
terdapat di lembah terpencil. Kuil tersebut dikeliling danau yang tak pernah
kering. Yah, seperti posisi geografis pulau samosir di tengah danau
toba. Satu-satunya alat berhubungan mereka hanya satu perahu kecil yang
paling banter muat untuk 4 orang. Mereka pun, seperti halnya kebiasaan biksu
berhungan dengan dunia luar hanya jika ada keperluan. Misalkan mereka kehabisan
bahan pangan.
kuil apung |
Cara mendidik sang guru bijaksana ini terbilang
unik. Ia jarang sekali memberi ceramah kepada muridnya. Ia membiarkan murid
satu-satunya (saat Spring pertama masih kanak-kanak)
bereksplorasi di sekitar kuil. Murid tersebut dibiarkannya memetik daun obat di
tepi danau, baru setelah ia pulang membawa tumbuhan yang dimaksud, sang guru
mengajari tanaman-tanaman yang beracun dengan tutur kata singkat, padat, dan
jelas.
Satu waktu, sang murid bermain-main di
sungai berbatu di tepi danau. Diam-diam sang guru mengikutinya. Psikologi anak
seusia muridnya tentu memancingnya untuk melakukan banyak hal demi memenuhi
rasa keingintahuannya. Sang murid yang mungkin bosan sebab tidak punya
teman bermain, menangkap seekor ikan lalu diikatkan kerikil di badan ikan itu.
Ia kemudian membiarkannya berenang dengan beban batu yang tentu berat baginya.
Hal yang sama dilakukan si murid dengan seekor katak dan ular yang tadi nyaris
mematoknya.
sang biksu bocah |
Ulah si murid ini membuat geram gurunya.
Diam-diam, saat tidur malam, sang guru mengikat batu besar di punggungnya. Dan
ya, saat bangun si murid mengeluh akan batu itu. Dengan tenang sang guru
mengajarinya, bahwa itulah yang dirasakan ketiga binatang yang kamu siksa
kemarin. Ia meminta biksu bocah itu mencari si ikan, katak, dan ular untuk
melepaskan bebannya. Sang guru berkata, “Cari mereka, bebaskan beban mereka
baru saya membebaskan kamu dari bebanmu. Tapi jika mereka mati, beban itu kamu
bawa selamanya dalam hatimu’. Hasilnya, si murid menangis sejadi-jadinya saat
menemukan ikan dan ular tersebut mati. Peristiwa ini menjadi musabab dan tempat
kembali sang murid saat ia dewasa nanti.
Saat Summer, sang murid
sudah akil-baligh. Di satu pagi yang cerah, seorang ibu dan anak gadisnya
datang ke kuil untuk berobat. Si gadis tampaknya mengalami kesedihan mendalam.
Ditinggalkannya gadis itu di kuil untuk disembuhkan jiwanya oleh ajaran buddha.
Kim Ki Duk selalu membiarkan satu dari scene-nya mudah ditebak penonton di
bagian permulaan demi mendukung penuturan-penuturan yang mengejutkan
selanjutnya. Benar, murid dan gadis itu saling jatuh cinta. Tak
tanggung-tanggung, percintaan mereka sampai pada batas yang melanggar ajaran
buddha, bercinta. Mereka melakukannya di sungai berbatu, di dalam kuil, dan di
atas perahu. Set film ini tak lari ke mana-mana. Kim Ki Duk menciptakan satu
set rekaan yang dapat dimaksimalkan. Semua cerita film berlangsung di kuil,
danau, dan hutan di sekitar kuil saja. Tidak ke mana-mana. Tapi pikiran
penonton sanggup dibawa ke mana saja.
biksu dewasa dan gadis yang 'disembuhkan' |
Setelah bercinta di perahu, mereka
ketahuan sang guru. Ia membuat perahu itu tenggelam saat keduanya tertidur
kelelahan. Sang gadis pun sembuh karena ‘pengobatan’ ini. Ia segera dipulangkan
ke keluarganya. Tentu sang murid yang telah jatuh cinta padanya tidak sanggup
kehilangan. Ia menyusul gadis itu ke kota dan kembali ke kuil setelah
membunuhnya. Diberi cobaan murid yang bersifat seperti ini tak membuat sang
guru kehilangan inner peace dalam jiwanya. Dengan sabar ia
mendidik si murid dan tidak menghukumnya dengan cara yang kasar. Ia meminta
sang murid mengukir huruf-huruf dari kitab di atas dermaga kuil dengan ekor
seekor kucing putih dan dua polisi yang ditugaskan menangkapnya dibiarkan
menunggu sampai ia selesai menjalankan hukuman.
Kisah berlanjut ke Winter. Sang
murid telah kembali dari penjara. Namun sang guru keburu meninggal dengan cara
penguburan diri sendiri yang di luar dugaan. Sang murid yang terpukul menghukum
diri sendiri seperti cara ia menyiksa ikan, katak, dan ular tadi. Bagian ini
dilatari backsound yang benar-benar membuat kita merasakan
kegelisahan dan kehilangan besar dalam jiwanya. Kisah dibuat semakin menggigit
dengan kehadiran dan kehilangan beruntun selanjutnya.
Spring, Summer, Fall,
Winter.... and Spring secara keseluruhan
menggambarkan kehidupan biksu di kuil dari sudut pandang yang betul-betul
berbeda dengan penggambaran kehidupan yang sama dalam film bertema serupa ala
sineas China. Dua ajaran besar dalam ajaran Buddha dituturkan penuh
pertimbangan dan rapi dalam film ini: Samsara dan Ketabahan. Samsara dalam
pemahaman singkat dipahami sebagai ‘sebab-akibat’ dan tentulah ‘ketabahan’ yang
membuat seseorang mampu melewatinya.
the wise monk |
Teman-teman saya berkelakar, mungkin ada
sekelompok orang yang langsung memeluk ajaran Buddha setelah menonton film ini.
Ya, bisa jadi. Sebab Spring, Summer, Fall, Winter.... and Spring ibaratnya
menceritakan agama Islam dengan setting mesjid tapi dari sudut pandang seorang
preman yang berkeliaran di sekitarnya. Salah satu film Indonesia yang
menggunakan point of view serupa adalah Alangkah
Lucunya Negeri Ini (Deddy Mizwar, 2010) yang bercerita tentang
Islam meminjam sudut pandang orang-orang yang dekat dengan dunia kriminal. Atau
kita boleh menengok Le Grand Voyage (Ishmael Ferroukhi, 2004)
yang bercerita tentang kesucian perjalanan haji meminjam kacamata anak muda
modern Paris yang bahkan tidak tahu bahwa agama itu ada.
Menikmati Spring, Summer, Fall,
Winter.... and Spring berkali-kali takkan membosankan walau gambar di
sana-sini cenderung sunyi sebagai ciri khas characters who talk very
little or not at all ala Ki Duk dan teknis kamera yang biasa-biasa saja. Film
ini membuat kita percaya bahwa film bagus itu tak perlu menggunakan teknologi
cetar membahana.
0 komentar:
Post a Comment