Monday 22 August 2011

#2 Teras

Teras Tepi Kanal

Siang hari, teras ini diramaikan tukang ojek saja. Lalu-lalang kendaraan yang berasal dari jalan sebelah, jalan gotong royong menuju jalan abubakar lambogo pasti sempat terpaku pada teras di sudut perempatan itu.
Saat malam tiba, seperti kucing liar di sekitar bak sampah, anak muda di sekitarnya berdatangan untuk kongkow. Ada seorang gondrong pemabuk, mirip vokalis Blackout menanti kami di kegelapan teras. Dia akan bermain gitar dengan harmonica di bibirnya. Matanya selalu berbicara pada kami. Sebab cahaya kurang, kami tak pernah menimpalinya.

Teras ini punya Izna, seorang sahabat baik yang diperkenalkan oleh sahabat sejak kecil tahun 2007 silam. Anak-anak di sana, tergolong cheerleader-ku di masa transisi dari punya keluarga lengkap jadi berkeluarga tak jelas. Proses perceraian itu, kawan. Kuhabiskan banyak malamku di sana hingga pukul satu dini hari agar tidak menerus disiksa luka rumah.

Aku makan, tidur, dan boker di sana. Lucunya, saat pertama kali menginjakkan kaki, mereka mengira aku berasal dari keluarga yang taraf ekonominya tak jauh berbeda dengan mereka. Setelah sekali bertandang ke rumah, mereka kaget dengan kediamanku yang besar.

Aku bilang, di sini luas. Tapi hatiku menyempit. Di Dekker sempitmu, entah mengapa hatiku pandai bertumbuh.

1 komentar:

Anonymous

Ya, mungkin karena itu

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger