dia mungkin satu-satunya teman perempuan yang berteman lama dengan saya. kurang lebih 8 tahun. bukan masa yang singkat bukan? dua tahun lagi, pertemanan kami mencapai satu dasawarsa. pada ujung dasawarsa itu, rasa-rasanya kami sudah bisa saling membunuh sambil tertawa senang. sedekat itu.
saya percaya padanya. dia percaya pada saya. rahasia-rahasia tentang hidup kami bagi bersama. segalanya. saya pernah menangis di depannya, dia sering meminjam bahu saya. seperti kami terlahir saling mengerti. walau jalan pikirannya, di beberapa titik, tidak bertemu dengan jalan pikiran saya. tapi pertemanan adalah saling memahami. kami paham, di titik-titik itu, kami tak boleh bertengkar. kelak, keturunan kami semoga menjalani kisah yang sama.
saya pribadi yang kurang senang berteman dengan sesama perempuan. bagi saya, perempuan kebanyakan indah di bungkusan saja, tidak dalam jiwanya. menurut saya, dia perempuan yang indah. kemampuan memahaminya jauh di atas rata-rata perempuan yang pernah saya temui. ini yang membuat saya menyukainya, membuat saya (kelak, barangkali) rela menahan kebutuhan diri sendiri demi dirinya, selalu.
ya, namanya pertemanan, tentu tidak semulus jalan beraspal di kota-kota besar. sekarang, kami tiba di fase: mulai saling melupakan. pasca lulus sekolah menengah, tentu di masa ini tuntutan hidup semakin tinggi. dia, dalam keluarga sederhananya yang manis, berusaha membantu ekonomi keluarga. saya pun demikian. kami jarang bertemu. kami bertemu, di saat kami saling membutuhkan untuk saling bercerita. tentang hal-hal aneh dan rumit yang terjadi dalam hidup kami masing-masing, selama terpisah sejenak.
dari semua rentang waktu itu, saya yang paling banyak menggunakannya. di antaranya, tentu saya lah yang paling selalu mengabaikannya. dan dengan pengertiannya yang besar, dia paham waktu saya sempit untuknya. kehilangan beberapa kali kekasih juga membuatnya sulit bertahan. lalu, iya, dia mulai mencari bahu sandaran lain.
pelan-pelan, ia bergabung dalam berbagai perkumpulan, membuka diri, mencari teman-teman baru. buat saya, itu pencapaian besar. sebab ia kadang sulit menjalin pertemanan yang baik. ada saja alasan orang meninggalkannya.
dia, dengan anugerah fisik dan mental yang rapuh, selalu sulit beraktifitas keras. ada saja penyakit yang datang kalau dia sudah banyak bergerak. mentally, physically. dan kejadian baru-baru ini, semoga membuatnya semakin sadar diri. saya beberapa kali mengingatkannya, kalimat saya selalu tidak diperhatikan. dan begitulah, saat luka datang, ia mengeluh ke seluruh dunia, tentang apa yang dideritanya. dan itu menyakitkan, sekaligus memalukan.
berkali-kali saya katakan padanya.
'perempuan jangan terlihat rapuh'
kita jangan tampak seperti terlalu menderita. semua orang tahu, kita punya garis hidup yang kusut. tapi dunia tidak perlu tahu detailnya. memangnya apa yang bisa mereka lakukan untuk itu? tidak ada. mereka hanya akan mencemooh kita di balik laku dan ujar yang seolah peduli. dunia ini lebih sakit jiwa dari kita!
iya, saya muak dengan kelakuannya itu. dia selalu menunjukkan kerapuhan fisik dan jiwanya. seolah dunia akan peduli padanya. lalu dia bertindak semakin tidak wajar dengan obsesi-obsesi yang dimasukkan ke dalam karangan dunianya yang semakin absurd. semakin banyak kepura-puraan. setiap kali dia katakan pada saya, menceritakan sesuatu, saya menahan diri di ranah skeptis. saya tidak mudah ditipu dengan mimik wajah sedih dan tutur parau. tidak!
sikap-sikapnya ini lambat laun membuat saya semakin tidak terbebani karena jarang menemuinya. berbagai komentar negatif atas sikapnya muncul di sekitar. itu membuat saya tersinggung, sakit hati, luka. orang-orang menghina teman saya. itu seperti saya juga ikut terhina.
tapi mereka berkomentar bukan tanpa alasan. ya, teman saya ini kadang demikian memuakkan. jujur, apa yang mereka katakan juga kerap ingin saya katakan padanya, langsung di hadapannya, sarkastik. tapi saya hanya mampu sebatas mengingatkan, menyampaikan dengan kata-kata halus. sayangnya, dia tidak memperhatikan.
berbulan-bulan terakhir, saya membuatnya bebas melakukan apa saja. toh, saya bukan mamanya, yang bertugas mengatur hidupnya demi kebaikan yang saya percaya. dia yang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. saya cukup di batas peduli. dan sekarang mungkin fase di mana saya mulai dia sakiti dengan sandiwara-sandirwara yang dibuatnya, entah untuk tujuan apa. barangkali mengalihkan perhatian dunia padanya. saya bilang ini penyakit hati. saya harap bisa memberitahunya dengan lugas, tanpa takut melukainya. sebab rumor di tempat yang jauh, terkadang hanya luka yang mampu menegur.
prosesnya selalu seperti ini, ada kejadian - ada pengalaman - refleksi dari pengalaman - janji berhati-hati - kembali pada kehidupan biasa - terhanyut proses biasa - ada kejadian yang sama lagi, dan seterusnya. lalu, di mana kemuliaan manusia yang diwajibkan menggunakan otak lebih sering? mengapa dia aneh seperti itu, mengapa semua kejadian dianggap hal biasa saja. padahal luka fisik, luka batin, selalu saja menghancurkan dirinya.
saya menulis ini dalam keadaan kacau atas sikapnya. dan rasa bersalah karena tidak menunjukkan kepedulian sebagai teman atas musibah fisik yang baru saja menimpanya. niat saya, saya ingin membuatnya mampu belajar dari pengalaman lebih dalam dari biasanya. supaya dia sadar diri. bersikap lebih dewasa, sesuai usia yang tak lagi belasan. bukan saatnya manja dan tampak seperti mengemis perhatian orang seperti itu. manusia dewasa sebaiknya tidak lagi bergantung pada manusia lain. bersemangat DIY lah, kawan.
entahlah, mungkin karena dunianya semakin jauh dari dunia yang dulu kami jalani bersama. beberapa hal sederhana yang membuat kami senang, cenderung dilupakannya. klise saja. ketika saya mencarinya di dunia maya atau pesan singkat, entah karena apa tak satupun respon darinya. berpikiran positif, mungkin dia sedang ada masalah. tapi responnya lancar-lancar saja ke pihak lain-yang-teman-barunya.
ada apa dengannya? ada apa dengan saya? mengapa konflik sesederhana ini menimbulkan rasa kecewa yang berat. saya jarang sekali menangis karena teman. untuknya, karenanya, saya menangis. mungkin karena dia satu-satunya teman perempuan saya yang baik. iya, mungkin itu.
semoga dia dan saya baik-baik saja. semoga kelak ada kesempatan membicarakan ini baik-baik. biarlah dulu dia memulihkan diri lalu menikmati apa yang sudah dicapainya. dia hebat, seperti perempuan-perempuan lain yang saya kagumi. baik-baik, ya....
0 komentar:
Post a Comment