Tuesday 8 March 2011

An Excuse to be Free

Apa yang salah pagi ini?

Langit cerah, kantong memang selalu bolong. Kuganti tali sepatu dari warna ungu menjadi kuning. Seperti kotoran manusia, atau tahi gigiku, analogi paling murah. Ya, itu saja. Sepeda motor kunyalakan. Hari ini playlist dimulai dari deret 53, One Republic. Bensin motor tinggal sedikit, nyaris kering. Harus bisa sampai di rumah Abii.

Di sana aku tidak banyak cakap. Memang tidak pernah ada percakapan panjang di sana. Abii memulai waktunya bersamaku dengan menjelaskan perihal ini-itu sepeda motor rongsok yang kukendarai sejak di MAN, bulan lalu, dia ganti plat. Pertanda kedua bahwa motor itu memang harus diganti. Atau peringatan bagiku agar bersiap-siap membawanya ke muara besi tua. Ayah bersikeras agar aku bertahan dengannya. Aku tidak bisa. Kutawarkan agar aku naik angkot ke kampus. Motor itu terlalu menyakitkan. Terlalu menyusahkan. Apa katanya, motor itu baik-baik saja. Katanya aku harus bersyukur masih bisa mengendarai sepeda motor. Artinya, semua kesakitan di punggung, rasa pegal di setiap persendian dan perjalanan-perjalanan kecil mendorongnya jika mogok juga harus kunikmati.

Lalu… semua memanas, nada bicara ayah meninggi. Lalu … aku kembali pada kehidupan di borong. Kembali lagi menatapnya yang sakit-sakitan.. katanya bawa ke bengkel kakak. Aku ingat setiap kali kubawa motor itu ke sana, hanya caci maki dan hinaan yang kudengar. Terhadapku. Terhadap motorku. Aku dipermainkan seolah tidak ada hati di dalam dadaku. Kusampaikan ini pada ayah, katanya kalau begitu biar dia saja yang bicara pada montir-montir itu. Dapat kuramalkan dengan jelas. Vego tidak akan pernah kembali sehat seperti dulu. Kecuali ayah mengganti beberapa onderdil orisinil yang mahal seharga membeli vego baru.

Ayah mengeluh. Katanya dia sudah susah dan sakit-sakitan. Aku? Lebih pusing darinya. Jelas. Tak terbantahkan. Kukatakan padanya, bagaimana aku bisa belajar dengan tenang jika keadaan sekacau ini? Kau katakan aku jangan bekerja tapi keadaan seperti ini. Jelaskan padaku apa yang harus aku lakukan? Sementara mama juga tidak bisa berbuat banyak. Sudah tiga minggu, kami makan dari uang hasil pinjaman para tetangga. Dan ayah selalu beranggapan mama berkecukupan.

Lalu…
Semakin gerah. Aku hendak membunuh. Rasanya sakit. Sangat sakit. Terpaksa air mata saja yang mengalir. Entah ada apa dengan ayah, emosinya seketika memuncak. Aku tidak mengintervensi, aku curhat. Ya… keluhan kehidupan, melapor padamu tentang apa yang terjadi belakangan ini padaku. Semoga kau bisa member sedikit solusi, paling tidak pengertian kecil untukku. Yang ada hanya amarah, kau orang tua. Aku anak. Aku tidak berhak tahu urusanmu. Aku harus patuh padamu. Meskipun itu akan membunuhku. Itu hukum uang kau tegaskan. Bahwa orang tua selalu benar. Anak selalu salah.

Lalu…
Aku memberimu solusi. Berikan aku modal, dan kau tidak usah lagi memusingkan pengeluaran untukku. Sebab aku tidak akan bisa bertahan dengan cara seperti ini. Katanya sudah tidak ada lagi. Semua uang itu berganti tanah beberapa waktu lalu. Tepat setelah kuutarakan niat yang sama. Sebuah ide kecil untuk membantumu memusingkan masalah keuangan. Uang. Semua hanya tentang uang, kita bersusah payah zaman ini, belum tentu zaman nanti tidak susah.

Ya… ayah… aku bisa melihatnya. Betapa tidak ikhlasnya dirimu setiap kali memberiku uang. Untuk sekarang ini aku bukan prioritasmu. Jelas. Sepertinya aku adalah anak yang tidak pernah diharapkan kelahirannya. Mungkin jika tanpa semua prestasi yang kugunakan untuk menjilatmu selama ini, aku tidak ada apa-apanya.
Lalu… istrimu datang menerupsi, membenarkan penyakitmu. Aku juga tidak menampiknya. Lalu, anakmu yang sudah kau usir berkali-kali itu datang, melawanku, hendak menjadi superhero. Ah, jalang. Wanita jalang. Untung tak kusentuh kau, kalau tidak kita bisa perang saudara. Masih untung kau kuhormati, meskipun kau tidak pernah berlaku sebagai kakak yang benar untukku. Sejak kecil kalian semua memang hanya tahu memanfaatkanku.

Fuck this family. Fuck destiny, I’ll write mine myself.

Tuhan, maafkan aku. Selalu ada alasan bagiku untuk tidak pernah menjadi perempuan sepenuhnya. Untuk menggelandang seperti ini.

1 komentar:

wawank

Sesekali, jadilah perempuan sepenuhnya. Hapus fuck this family, hiduplh untk brarti di keluaarga dn orng lain.

:D

Follow balik ya kk...

Newer Post Older Post Home

Pages

 

Popular Posts

 

Designed by restuwashere | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger